Jumat, 20 Maret 2009

INDONESIA MEMILIH ..........!



KPU: Tak Ada Alasan Tunda Pemilu
March 19, 2009 by pemiluindonesia.com

Komisi Pemilihan Umum
Dugaan manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Provinsi Jawa Timur tak bisa digunakan sebagai dalih untuk menunda pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2009, seperti yang dikatakan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Penundaan Pileg dapat menyebabkan dampak yang lebih buruk, yaitu kekosongan kekuasaan karena belum ada presiden terpilih 20 Oktober 2009. Padahal, masa jabatan presiden telah berakhir saat itu.Demikian dikatakan Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Gusti Putu Artha menanggapi wacana penundaan Pemilu. Meski demikian, Putu Artha mengakui bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan dan penetapan DPT.
“Tapi, DPT yang kurang sempurna tak bisa jadi alat legitimasi untuk menunda Pemilu,” katanya Putu Artha di kantornya, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Kamis (19/3/2009).
Dia menambahkan permasalahan DPT terjadi karena kelemahan secara sistemik. Pertama, kualitas Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diserahkan Departemen Dalam Negeri sangat buruk, karena banyak terdapat nama atau Nomor Induk Kependudukan yang sama. Padahal, untuk menyusun DP4 Depdagri mengantongi anggaran triliunan rupiah.
Permasalahan lainnya, anggaran KPU baru cair tanggal 17 Juli 2008. Padahal, honor untuk Panitia Pemungutan Suara dan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih sudah harus dibayarkan sejak bulan April. Akibatnya, KPU kesulitan membentuk PPS dan PPDP, sehingga pemutakhiran data pemilih tidak berjalan.
“Sejak awal, respon partai politik terhadap persoalan DPT sangat lemah dan terlambat,” katanya.
Sebagai solusi atas persoalan tersebut, Putu Artha menyarankan partai politik melakukan empat hal. Pertama, meminta salinan berkas DPT kepada KPU kabupaten/kota sesuai perintah UU nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif khusunya pasal 38 ayat (5).
Kedua, mencermati salinan DPT tersebut dan melaporkan kepada PPS apabila menemukan nama ganda atau pemilih yang tidak memenuhi syarat baik karena masih di bawah umur atau sudah meninggal.
“Ketiga, komunikasi dengan PPS agar nama-nama tersebut dicoret dari DPT,” katanya.
Solusi terakhir dan paling substansial, Putu Artha meminta partai politik menyiagakan saksi di Tempat Pemungutan Suara agar surat suara yang tidak terpakai karena pemilihnya sudah dicoret tidak digunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Dia mencontohkan seandainya dalam satu TPS terdapat 400 pemilih dan sebanyak 50 pemilih tidak menggunakan hak pilih karena identitas ganda, sudah meninggal atau tidak memenuhi syarat karena di bawah umur, maka akan ada 50 lembar surat suara yang tidak terpakai.
“Surat suara itulah yang perlu diamankan oleh saksi partai politik dan KPPS agar tidak dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya. (hri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar